Kartini
dan Emansipasi
Oleh : Sugiharti
Memasuki
bulan April, perempuan Indonesia pasti teringat dengan RA.Kartini seorang
priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri dari Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat, bupati Jepara. Kartini lahir
pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Setiap tanggal 21 April tersebut
kita peringati sebagai hari lahirnya ibu kita Kartini yang merupakan salah satu
hari bersejarah yang diperingati setiap tahunnya oleh masyarakat Indonesia.Banyak cara yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk memperingati hari tersebut.
Dalam
sejarah, Kartini dikenal sebagai pahlawan nasional yang memperjuangkan
kesetaraan gender wanita bumiputra, melalui gagasan, ide, dan pemikirannya
dalam kumpulan surat yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI
Nomor 108 tahun 1964 tanggal 2 Mei 1964. Saking terkenalnya Kartini, namanya
diabadikan sebagai nama museum di
Jepara, nama jalan di negeri Belanda, bahkan pernah digunakan sebagai gambar
mata uang kertas tahun 1985. Setelah seratus tiga puluh dua tahun,apa yang kita
kenal dari Kartini ? Makna apa yang kita ambil dari peringatan kelahirannya.?
Menurut
saya dalam memperingati hari kartini, hendaknya jangan hanya dijadikan symbol
belaka. Tetapi bagaimana kita mampu menjadi wanita yang pandai dan tangguh
seperti yang diajarkan dan diinginkan Kartini. Semangat kartini dan perjuangan
kesetaraan gender menjadi tauladan bagi wanita Indonesia. Presepsi kita jangan
sampai keliru memaknai kesetaraan gender, yang diperjuangkan Kartini, karena
kodrat wanita haknya tetap berbeda dengan laki-laki. Sebaliknya kodrat pria
juga mustahil disamakan dengan wanita. Janganlah wanita Indonesia salah
mengartikan bahwa emansipasi wanita adalah
hanya mengejar karir setinggi-tingginya dengan melawan kodrat, enggan menikah
dan melahirkan serta bahkan mengambil alih tugas-tugas laki-laki. Kesetaraan
gender yang kebablasan ini dengan mengorbankan kodratnya sebagai perempuan
justru merupakan sebuah kekalahan bagi seorang perempuan. Kodrat seorang
perempuan adalah menikah, berbakti pada suami, melahirkan, mengasuh, mengajar
dan mendidik anak-anakya hingga mereka dewasa, mampu menjadi generasi yang
tangguh dan beriman. Emansipasi bukan harga “mati” dalam arti semuanya harus
sama dengan laki-laki. Sebagai perempuan kita tetap seorang istri dari pasangan
kita, seorang ibu dan pendidik bagi anak-anak kita.
Emansipasi
yang disuarakan oleh Kartini pada zamannya, menekankan pada tuntutan agar para
perempuan memperoleh pendidikan yang memadai, menaikan derajat perempuan yang
kurang dihargai pada masyarakat Jawa, kebebasan mengkritik/berpendapat dan
mengeluarkan pikiran,otonomi dan persamaan hukum. Kekecewaan dan kepedulian Kartini terhadap nasib wanita (bumiputera) bermula dari kondisi
keluarganya sendiri, ia menyaksikan sendiri dan ikut merasakan pederitaan yang
harus ditanggung ibu kandung, ibu tirinya akibat poligami yang dilakukan
ayahnya. Semangat
Kartini ingin memajukan wanita Indonesia melalui pendidikan, karena ia melihat
bahwa wanita pribumi kususnya Jawa ada pada status sosial yang rendah,tidak
bisa duduk di bangku sekolah, dipingit,dinikahkan dengan laki-laki yang tidak
dikenal bahkan harus bersedia untuk di madu. Dia ingin wanita Indonesia memiliki kebebasan untuk
menuntut ilmu dan belajar. Menurutnya pendidikan bagi kaum wanita sangat
penting, Ia nyakin wanita yang terdidik,
kelak juga akan mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. Dari perempuanlah, anak-anak
bangsa menerima pendidikan yang pertama, di pangkuan dan kasih sayang seorang
perempuan mereka belajar, merasa, berbicara dan berfikir.
Selamat
hari kartini, mari kita renungkan dan apresiasiakan pemikiran-pemikiran Kartini
untuk kita jadikan tauladan sebagai perempuan yang nyakin terhadap kemampuan
dirinya,perempuan yang secara kodrati diberi kelebihan untuk melahirkan
kehidupan,tetapi dia bukan superwomen yang menyamakan dirinya dengan laki-laki.
Semangat Kartini dan kesetaraan gender menjadi tauladan bagi para wanita
Indonesia
Gagasan
dan pemikiran-pemikiran Kartini tentang Emansipasi wanita, sesuai dengan
ajaran-ajaran dalam Islam, sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Dimana pada
waktu sebelum nabi Muhammad lahir atau dikenal dengan jaman jahiliah, wanita
diperlakukan sebagai barang warisan, bahkan baru lahir sudah dibunuh dan
dikubur secara hidup-hidup. Status sosial wanita lebih rendah daripada laki-laki. Setelah
Muhammad diutus sebagai Nabi, perempuan diangkat derajadnya, dimana perempuan
mempunyai hak untuk menerima penghormatan yang lebih besar dari anaknya daripada
laki-laki, memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki sebagai mana hadist
nabi yang artinya “ menuntut ilmu wajib bagi kaum laki-laki dan perempuan,”.
Memperoleh persamaan hak dengan kaum laki-laki sebagaimana contohnya tertuang
dalam Alqur’an Surat An Nahl
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”( Q.S An Nahl:97).
Ditekankan
dalam ayat tersebut bahwa Islam mengakui adanya persamaam gender, laki-laki dan
perempuan dalam Islam mendapat pahala (hak) yang sama dan bahwa amal saleh
harus disertai iman.
Menurut pendapat saya peringatan hari Kartini ini tidak hanya dijadikan sebagai kegiatan
seremonial saja, tetapi merupakan momen bagi kaum perempuan untuk evaluasi diri,
dan yang tidak kalah pentingnya bagaimana wanita Indonesia mampu berbuat sesuatu secara riil untuk kemajuan
negerinya. Kalau dia sebagai seorang guru, dalam merayakan Kartini adalah
dengan mengabdikan diri sepenuh hati
untuk anak didiknya dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk membangun Negara yang lebih mandiri. Lebih inovatif dalam
melaksanakan tugas pokonya terutama dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
peserta didik akan senang untuk belajar. Para guru-guru Kartini barangkali
tidak hanya mengejar sertifikasi tetapi lupa dengan tanggungjawabnya mendidik
anak negeri. Guru Kartini dituntut tidak hanya sebagai pengajar yang hanya
mentransformasikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,tetapi sekaligus
sebagai penjaga moral bagi anak didiknya.
Penulis : Pengajar di SMP Negeri 7 Banjar